HP dan Penjara Sosial


Seorang teman di account facebooknya memposting sebuah status yang berjudul “Doa Membawa HP”, tulisnya, “Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami yang memiliki HP, karena kami lebih banyak mengisi pulsa daripada bersedekah, lebih banyak membaca sms/wa/fb/bb daripada membaca al-Qur’an, lebih sering buka Bluetooth daripada berlutut sujud, sering telphon tetapi jarang silaturrahmi, mengisi pulsa 10 ribu tidak puas tetapi isi kotak amal 10 ribu merasa terlalu banyak, cepat merespon bunyi HP tetapi lelet menjawab kumandang adzan. Ya Allah, ampunilah kami, semoga HP yang kami miliki lebih dapat berguna sebagai sarana ibadah kepada-MU dan jangan kau jadikan HP sebagai saksi yang memberatkan aku. Amin.

Sekilas membaca postingan tersebut kita akan berujar lucu, tetapi memang demikianlah kenyataan kehidupan kita dengan ketercanggihan tekhnologi yang melahirkan dunia yang sama sekali baru. HP dengan segenap perangkatnya telah benar-benar merenggut hidup kita yang nyata. Bagaimana tidak?. Kita perhatikan diri kita sendiri sajalah, seberapa lama kita kuat menahan diri untuk tidak memegang HP?. Atau ketika kita sedang berkumpul dengan teman-teman kita di kantor, di warung, atau di manapun saja, atau bahkan ketika sedang bersama keluarga, seberapa kuatkah kita untuk bisa menaruh HP kita dan bercengkerama mesra dengan mereka semua?.

Benar sekali jika dikatakan bahwa HP yang semula hanya alat bantu komunikasi jarak jauh, yang kini telah sedemikian canggih dengan beragam fitur, telah menjadikan yang jauh menjadi terasa sangat dekat, tetapi juga sekaligus menjauhkan yang nyata-nyata dekat. Di sinilah dampak buruk HP yang merenggut kehidupan sosial kita. Coba kita perhatikan kembali secara seksama pada kerumunan banyak orang, bisa dipastikan di sana sudah tidak ada pembicaraan atau canda tawa satu dengan yang lain, melainkan mereka telah disibukkan oleh HP-nya masing-masing. Misalnya lagi, ketika dari rumah janjian bertemu dengan seorang teman untuk ngopi bareng di sebuah warung, maka sudah bisa ditebak warung yang dipilihnya adalah yang memiliki layanan free wifi, untuk kemudian masing-masing mereka lagi-lagi disibukkan oleh kehidupan dunia maya melalui HP mereka. Yang semula janjian bertemu, sama sekali tidak terjadi sebuah percakapan, melainkan saling menyendiri dalam keasyikan ber-HP ria.

Selain itu, tidak jarang anak-anak perempuan, terutama di bawah umur yang telah menjadi korban kebiadaban lelaki hidung belang, lantaran perkenalan yang dimulai dari media sosial. Serta penipuan-penipuan yang memanfaatkan media tersebut juga banyak. Belum lagi kehidupan seksual pemuda-pemudi sekarang yang lebih banyak dipengaruhi oleh tontonan-tontonan yang didapatkannya dari media sosial tersebut, yang ujung-ujungnya tidak sedikit anak-anak bau kencur yang sudah menikmati kehidupan seks dengan pacar-pacarnya. Dan yang tidak kalah parah, sudah semakin menjamurnya orang-orang yang sedemikian kecanduan game online, bahkan anak-anak sekolah bisa dengan mudah meninggalkan jam sekolahnya hanya demi menuruti kecanduan game online-nya, yang kesemuaya bisa diretas melalui alat mungil yang bernama HP.

Jika sudah sedemikian buruknya dampak yang ditimbulkan dari kecanggihan HP dengan segenap fitur kehidupan mayanya, lalu bagaimana cara menggerusnya agar dampak buruk tersebut segera terhenti dan tidak semakin menjadi-jadi?. Maka, sebagaimana akhir “Doa Membawa HP” di atas, haruslah hanya untuk keperluan-keperluan positif dan mendesak saja ketercanggihan tekhnologi itu dimanfaatkan. Jika hanya untuk hal-hal remeh, gaya-gayaan, atau sesuatu yang tidak penting lainnya, alangkah baiknya tidak usah.

Khususnya untuk anak-anak yang masih sekolah, maka orang tuanyalah yang harus benar-benar berperan penuh menjauhkan dari dampak buruk HP dan yang sejenisnya. Kalau misalnya anak masih memaksa dengan dalih mempermudah mereka menggali informasi materi pelajaran sekolahnya, maka tumbuhkan pada diri anak gemar membaca buku, bisa di perpustakaan atau dibantu mencarikan bahan bacaan yang menunjang pelajarannya. Dengan demikian para orang tua tanpa disadari telah mengajarkan anak untuk berproses secara benar, sehingga terhindar dari sifat manja akan dunia yang semakin instan ini. Akan tetapi, jika malah para orang tua yang tidak bisa lepas dari HP, maka sudah seharusnya memaksa diri untuk disiplin terhadap dirinya sendiri dengan pembagian-pembagian waktu sebagaimana mestinya. Jika di tempat kerja, jangan mengurusi HP melulu, sebab tidak sedikit yang pekerjaannya terbengkalai, padahal jam kerjanya sudah ditambah hanya karena mengurusi HP saja. Ketika di rumah juga demikian, jangan pernah mengorbankan kedekatan dengan keluarga hanya karena tidak bisa lepas dari HP.

Pastinya, tidak hanya HP, bahkan segala sesuatu yang ada di dunia ini, menjadi sarana meraih kebaikan atau malah menjerumuskan ke lembah nista, adalah bergantung siapa yang memegang kendali. Di tangan orang baik, seburuk apapun sesuatu akan menjadi sarana dalam kebaikan. Sebaliknya, sebaik apapun sesuatu itu, jika berada di tangan orang yang buruk maka hanya akan menjadikan kejahatan nan menghinakan. Sehingga, setiap diri harus berani tegas terhadap dirinya sendiri untuk tidak menyentuh segala sesuatu yang hanya akan menimbulkan dampak buruk, dengan tetap senantiasa menggali kebaikan-kebaikan yang bisa didapatkan dari manapun. (M. Nurroziqi)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surga di Telapak kaki Ibu?

Berbahagia Dengan yang Ada

Menulislah Untuk Keabadian