Konflik Sosial
Lebih selamat mana, antara
hidup sendiri tanpa interaksi dengan dunia luar, jika dibandingkan dengan harus
hidup bersosial? Tentu, sepintas kita akan berpikir bahwa hidup sendirilah yang
bisa dengan mudah mencapai keselamatan hidup. Kenapa? Sebab, sumber kesalahan
yang puncaknya menjadikan diri tidak selamat adalah dikarenakan dari interaksi
sosial.
Misalnya, yang paling
sederhana, kita ghibah atau membicarakan orang lain, bahkan menfitnah. Itu pun
satu kesalahan hasil dari interaksi yang tidak baik dengan sesama manusia.
Belum lagi konflik-konflik lain, yang pastinya muncul dari ketidak harmnonisan
di dalam berinteraksi dengan sesama manusia. Dan jika sudah ada kesalahan
dengan sesama manusia begini, Alloh pun mempersyaratkan ampunan-Nya dengan
harus terlebih dahulu saling memaafkan antar sesamanya. Di sinilah, kadang
pilihan menyendiri adalah lebih menyelamatkan, dan mendamaikan.
Akan tetapi, Allah Swt
menciptakan manusia sedemikian banyak dan beragam karakternya, tentu bukanlah
sesuatu hal yang harus dihindari. Melainkan, setiap diri harus mampu
berinteraksi secara baik dan benar dengan sesama manusia. Bahkan seluruh
kehidupan di alam semesta ini. Dan di dalam pergaulan, berinteraksi sosial,
pastinya akan selalu saja muncul konflik-konflik yang kerapkali menjadikan
sebuah hubungan sosial itu renggang. Kadang, sampai pada permusuhan yg saling
mendendam.
Keistiqomahan bersabar di
sepanjang kehidupan yang tidak bisa tidak harus senantiasa berinteraksi dengan
sesama manusia, adalah keharusan pilihan sikap demi keselamatan dan kebahagiaan
hidup. Hal ini, terkait bahwa kehidupan di dunia masihlah sangat bebas. Semuanya
bercampur baur menjadi satu. Tidak seperti kelak di akhirat, antara mereka yang
baik dengan yang buruk dipisahkan oleh Allah Swt untuk mendapatkan balasannya
masing-masing. Sedang di dunia tidak. Jadi, di manapun berada, akan selalu ada
orang baik, sekaligus juga ada orang yang buruk. Mau lari ke manapun juga, jika
masih dalam lingkup dunia, pastilah akan selalu dijumpakan dengan mereka yang
baik, juga kepada mereka yang buruk. Sehingga, jika setiap diri tidak memiliki
kesabarannya yang memadai, maka akan dengan sangat mudah tumbuh ketidak
harmonisan. Konflik, bermusuhan, dan saling ingin menangnya sendiri, yang akan
terjadi. Puncaknya, tidak lagi kedamaian, keselamatan, dan kebahagiaan yang di
dapatkan. Tetapi, kerusakan demi kerusakan yang terus menyiksa diri.
Dan kesabaran, sebagai
syarat utama yang wajib dimiliki oleh seseorang ketika harus hidup bersama-sama
dalam interaksi sosial yang luas adalah wujud pancaran dari kondisi hati yang
baik. Kondisi hati yang akan menjadikan setiap diri mudah menghadapi setiap
masalah. Jika misalnya disakiti, tidak mudah marah, apalagi mendendam. Jika
terjadi konflik, akan dengan mudah menyelesaikan dalam suasana yang cair, dan
tidak adu kekuatan. Bahkan, ketika dijumpakan dengan orang baik, maka semakin
baiklah dirinya. Sebaliknya, jika seandainya dikumpulkan dengan mereka yang
kurang baik, maka seorang yang berhati baik akan tetap dalam kebaikan.
Puncaknya, dengan siapapun
dan apapun saja setiap kita hidup berdampingan dalam berkehidupan sosial, yang
semula harus ditata adalah kondisi diri. Dalam hal ini adalah hati yang baik.
Sebab, hanya hatilah pusat dari setiap akhlak dan prilaku manusia. Jika dari
hati sudah benar-benar baik, seandainya ditakdirkan harus berhadapan dengan
sesuatu yang buruk pun, maka sikap-sikap yang ditampilkan hanyalah
kebaikan-kebaikan.
Sehingga, dengan bekal
hati yang baik, maka berinteraksi dalam kehidupan bersosial akan semakin
menjadi sarana meraup pahala yang sebanyak-banyaknya. Dengan demikian,
berkehidupan sosial itu, jika seorang yang berhati baik nan mulia, maka akan
menjadikannya semakin mudah meraih keselamatan, dan kebahagiaan hidup. Yang
tidak hanya bisa dirasakan ketika masih hidup saling berdampingan di dunia.
Melainkan, juga kelak di akhirat yang pastinya akan mendapatkan balasan-balasan
kebaikan yang sungguh luar biasa nikmatnya. Untuk itu, marilah setiap diri
menata hati, menjaga kesabaran-kesabaran diri, demi hidup bersosial yang
selamat, yang bahagia. (M. Nurroziqi)
Komentar
Posting Komentar