Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2016

Hidup Untuk Bahagia

Gambar
Adakah yang tidak mendamba kebahagiaan di sepanjang hidupnya? Jawabnya pastilah tidak. Sebab, di kedalaman hati manusia sendiri sudah dikondisikan oleh Allah Swt untuk mencintai segala hal yang berujud kebahagiaan. Dan sesungguhnya, dilahirkannya manusia di dunia ini adalah demi menyempurnakan kebahagiaan-kebahagiaan itu. Sedang kehidupan di dunia sendiri, juga sudah dikondisikan oleh Allah Swt sebagai penghantar untuk sampai pada titik kesempurnaan nikmat. Sehingga, tidak heran jika kematian seringkali disebut sebagai tamaamun ni’mah atau dalam istilah lain, al-mautu tukhfatul mukmin . Lantas, apa sejatinya kebahagiaan itu? Kerapkali, pemaknaan atas kebahagiaan itu hanya sebatas urusan bendawi yang tidak jarang malah bertentangan dengan hati. Sehingga dengan tergesa-gesa mensimpulkan bahwa bahagia itu hanya diperoleh oleh mereka yang dilimpahi harta, diliputi kemewahan dunia. Jadi, yang miskin papa, yang hidup serba tidak berpunya, tidaklah bisa mencercap bahagia. Padahal,

Kenapa Pesantren?

Gambar
Pada dasarnya, setiap orangtua mempunyai cita-cita yang sangat luhur terhadap diri anak-anaknya. Jangankan seorang yang memang baik, bahkan sampai pada sekelas penjahat pun, tidak pernah sekalipun terbersit di hatinya untuk menurunkan kepandaian menjahatnya. Sehingga, untuk menjadikan anak-anak sebagai pribadi yang baik, tentu dipilihlah pendidikan-pendidikan yang bisa menjamin terbentuknya kepribadian yang luhur pada diri anak-anak. Terlebih, anak-anak adalah “aset” yang kehadirannya luar biasa bermanfaat bagi kemuliaan para orangtua. Tidak hanya di dunia, tetapi di akhirat kelak. Yakni, ketika sepeninggal para orangtua yang tentunya sudah terputus seluruh amalnya. Maka, lantunan doa dari anak-anaknyalah, satu dari tiga pengecualian tidak terputus-putusnya pahala yang bisa membantu kebahagiaan orangtua di kehidupan selanjutnya. ( “idzaa maatabnu Adam inqotho’a illa min tsalasin, shodaqotin jaariyatin, au ‘ilmin yuntafa’au bihi, au waladin shoolihin yad’uulah” – al-Hadist)